Lebih Tinggi dari Keadilan
Prakata
Dengan Nama Allah, Tuhan sekalian alam. Salam sejahtera atas mereka yang teguh dijalan Islam.
Sahabat beradab sekalian yang kami banggakan, kami hadirkan sedikit pengetahuan dalam bentuk tulisan, semoga bisa bermanfaat bagi dunia dan akhirat kalian. terus semangat memperluas pengetahuan karena itu jalan menuju kebahagiaan.
Lebih Tinggi dari Keadilan
Abdul Malik bin Marwan ketika menjadi khalifah pernah sangat murka kepada seseorang dan orang itu lari ke tempat lain. Abdul Malik menyuruh agar dia ditangkap. Setelah tertangkap, khalifah menjatuhkan hukuman mati bagi orang itu. Ketika perintah khalifah akan dilaksanakan, orang itu berkata kepada khalifah, "Ya Amirul Mukminin. Tuan telah diberi Allah kemenangan. Oleh karena itu, anugerahilah juga saya kelebihan kemenangan, yaitu ampunan."
Khalifah menjawab, "Engkau dihukum karena bersalah, itulah keadilan."
"Perkataan Amirul Mukminin tidak salah, memang tuan melakukan keadilan. Akan tetapi, ada yang lebih tinggi dari keadilan, yaitu memberi maaf. Maafkanlah saya karena Allah suka kepada orang yang berbuat baik."
Khalifah pun terpengaruh perkataannya dan orang itu diampuni.
***
Saduran di atas ditempatkan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) -pada bab Yang Memunculkan Pribadi; Menimbang Rasa (Empati)- dalam karyanya, Pribadi.
Hikayat tersebut bukan mecetuskan setiap pelanggar musti dimaafkan, bukan. Karena hukum harus tetap lantang menghalau kezaliman. Dan tentunya posisi khalifah di atas memaafkan dengan penuh pertimbangan kedepannya.
Subtansi dari kutipan di atas adalah hendaknya kita menimbang rasa, karena yang demikian akan membesarkan jiwa, dan jiwa yang besar akan membentuk pribadi yang mulia. Sehingga anda menjadi bak lentera di tengah gelap gulita. Dicinta Sang Pencipta juga para makhluk-Nya.
Memaafkan adalah hal lumrah dalam Islam, bahkan sudah selayaknya setiap muslim berkarakter dengan karakter ini. Wal kādzhimīnal ghaidzha wal 'āfīna 'anin nās, mereka menahan amarahnya serta memaafkan kesalahan saudaranya. Yang tentu saja memafkan akan melahirkan ketentraman dan kesejahteraan pada perseorangan, pun masyarakat. Tidak ada kebencian, yang ada justru kasih sayang. Tidak ada dendam, yang ada justru persahabatan.
Ketika seseorang salah, melanggar, kemudian anda tidak memaafkannya, boleh dikatakan adil, dan itu pilihan anda. Namun, dengan kebesaran jiwa, hendaknya anda memilih memafkan -terlebih sesama muslim-, terlepas baik hukuman itu anda jatuhkan ataupun tidak. Adapun yang berkaitan dengan hukum had dalam islam maka tetaplah ditegakan sesuai tuntunannya, jika itu antara dia dengan Allah, maka Allah berjanji akan memaafkannya, dan jika itu berhubungan dengan hak anda, maka maafkanlah, itu lebih baik, walaupun hukuman itu tetap berlaku atau anda dengan senang hati membebaskannya -seperti halnya membebaskan dari qishash- sesuai pertimbangan anda.
Contoh nyata, ketika seseorang menyakiti anda, kemudian anda memilih untuk tidak memaafkannya, itu boleh-boleh saja, dan itu adil, tetapi ada yang lebih tinggi dan besar manfaatnya dari pilihan pertama anda, yaitu memaafkan, baik anda menghukumnya dengan tidak mempergaulinya -bukan karena marah, tetapi menghindari konflik dengannya- atau anda justru menjadikannya sebagai sahabat karib, yang tentunya hasil mempertimbangkan. Boleh jadi, orang yang menyakiti anda merasa malu dan memilih untuk memperbaiki diri, dan tidak mustahil berbaik laku terhadap anda dan orang-orang terdekat anda dengan doa dan sikap, sebab anda bermurah hati kepadanya.
Itu tentang pilihan yang mencerminkan seperti apa pribadi anda, hebat, atau lebih hebat, kuat, atau lebih kuat?![]
Allahu a'lam
Komentar
Posting Komentar