Liberalisasi Keilmuan Islam

 


Prakata 

Dengan Nama Allah, Tuhan sekalian alam. Salam sejahtera atas mereka yang teguh dijalan Islam. 

Sahabat beradab sekalian yang kami banggakan, kami hadirkan sedikit pengetahuan dalam bentuk tulisan, semoga bisa bermanfaat bagi dunia dan akhirat kalian. terus semangat memperluas pengetahuan karena itu jalan menuju kebahagiaan.


Liberalisasi Keilmuan Islam

Benarlah kabar dari langit, bahwa iblis berikrar, fa bi'izzatika laughwiyannahum ajma'īn, Demi kemuliaan-Mu duhai Allah, pasti aku akan sesatkan mereka semua. Iblis dengan serdadu setannya dari golongan jin dan manusia senantiasa bekerja keras menyesatkan umat manusia dari lajur keridaan Tuhan semesta.

Upaya mereka dalam menyesatkan begitu masif, masuk ke segala lini dan segi, termasuk pada keilmuan (Islam). Mereka tahu jika ilmunya salah, tak perlu berpayah-payah, secara otomatis amalannya juga pasti akan salah. Karena al-'ilmu qablal qauli wal 'amali, Ilmu sebelum berucap dan beramal. Maka mereka jeli meracuni dari sisi keilmuan ini.

Sekarang, di tengah bersungguh-sungguhnya para ulama meng-islamisasikan ilmu-ilmu "umum" termasuk ilmu alam (sains), para "setan" juga tak mau kalah, mereka berusaha me-liberalisasi ilmu-ilmu agama islam dan gesit menyeludupkan atau bahkan secara terang-terangan menyebar paham sesat mereka ketengah masyarakat awam. Tak heran jika pola pikir masyarakat dewasa ini cenderung liberal, tentunya ditambah dorongan hawa nafsu, maka semakin kontras pudarnya integritas masyarakat Islam.

***

Sebelum berlanjut, Musti terpahami seperti apa liberal itu?

Al-Ustadz Shiddiq Amien dalam Risalah Dakwahnya, mengungkap, bahwa liberal berasal dari bahasa latin yaitu liber, yang artinya bebas. Awalnya liberalisme (paham liberal) muncul di Eropa sebagai reaksi dan perlawanan atas otoritas gereja yang mengatasnamakan Tuhan telah melakukan penindasan (kasus tersebut terjadi ketika di bawah kekuasaan kristen. ed).

Kaum liberal menuntut kebebasan individu seluas-luasnya. Liberalisme membolehkan setiap orang melakukan apa saja yang sesuai kehendaknya.

Manusia tidak lagi harus memegang kuat ajaran agamanya, bahkan kalau ajaran agama tidak sesuai dengan kehendak manusia, maka yang dilakukan adalah penafsiran ulang ayat-ayat Tuhan agar tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip dasar liberalisme.

***

Jika liberalisme dikaitkan dengan ilmu (agama islam), maka berarti kebebasan dalam berilmu. Sepintas tidak masalah di mata orang awam, akan tetapi esensinya hal ini menyalahi prinsip Islam itu tersendiri, bahkan dengan cepat akan merobohkan hagemoni dan eksistensi umat islam di muka bumi. Keilmuan Islam haruslah berlandaskan dengan kaidah-kaidah yang mutlak, bukan berarti statis, karena Tuhan sendiri yang menjamin bahwa Islam adalah relevan di manapun dan kapanpun ia hadir disana. Ia (Islam) adalah rahmatan lil 'ālamīn.

Ketika berbicara tentang tafsiran wahyu -baik al-qur'an dan atau al-hadits-, maka hendaklah kita merujuk pada para ulama yang diakui kredibilitas dan kapabilitasnya ('adalatuhu wa dhabthuhu). Bukan berarti kita bertaklid buta, ngekor terhadap individu mereka, tetapi kita mengikuti mereka karena tafsiran mereka berlandaskan pada kaidah-kaidah yang terkandung dalam al-qur'an dan al-hadits itu sendiri, ditambah mereka mengikuti manhaj (metodologi) para sahabat yang secara langsung mengimplementasikan wahyu bersama Sang Nabi.

***

Sebelum memaparkan di antara bentuk liberalisasi keilmuan islam, al-ustadz Dr. Nashruddin Syarief dalam majalah Risalah edisi September 2019, beliau menyampaikan bahwa generasi terbaik adalah tiga generasi dari kurun pertama diutusnya Nabi, mereka adalah generasi shahabat, tābi'īn, dan atba' at-tābi'īn. Sabda tersebut hakikatnya adalah sebuah ajaran agar umat Islam selalu merujuk pada generasi salaf (tiga generasi tersebut) dalam ilmu dan amal.

Lanjut beliau, maka sungguh tercela jika dalam hal ilmu selalu meloncat langsung ke al-qur'an dan hadits dengan cukup menggunakan kepala sendiri yang tidak ada jaminan baiknya dari Nabi saw, seraya mengabaikan ilmu salaf yang telah terlebih dahulu ada dalam memahami al-qur'an dan hadits tersebut. Ini sama saja dengan mencampakan ajaran Nabi saw. dan memandang remeh keilmuan para ulama salaf. Ini adalah bentuk liberalisme keilmuan yang hanya dipraktikkan oleh ahlul bid'ah wal hawa atau mereka yang terbaratkan oleh kaum liberal barat.[]
Allahu a'lam.


Oleh: Sigit Perdiansyah

Komentar

Postingan Populer